Bayi Tabung & Hati Nurani


BAB I
P E N D A H U L U A N

1.1.Definisi hati nurani.
Hati nurani dalam bahasa latin “conscientia” yang artinya “turut mengetahui”. Hati nurani atau cahaya hati di miliki oleh setiap orang,sifatnya menegur dan tidak pernah mati kecuali jika manusia tersebut meninggal.Hati nurani tidak terpisahkan dari iman karena hati nurani dapat membedakan antara yang baik dan  yang buruk,serta hati nurani mampu mengembalikan manusia ke jalan yang benar jika ia tersesat.
Alkitab mencatat suatu peristiwa dimana Tuhan Yesus pernah menghukum manusia dengan “ketukan hati nurani” yaitu pada peristiwa perempuan sundal yang kedapatan berbuat zinah dan harus di rajam mati(Yoh 8:2-11).Dan masalah ini di  bawa oleh orang saleh(Para imam dan farisi) untuk mencobai TUHAN Yesus.Dalam kisah tersebut, Tuhan Yesus dengan otoritasNya sebagai Allah yang Mahasuci, dan Pemegang Hukum, memperingatkan kepada semua manusia untuk berkaca diri atau  menghakimi dirinya sendiri sebelum memperhadapkan orang-lain untuk dihukum atau dihakimi. Kisah ini jelas mengajar, ketika hati-nurani mereka tersentuh, mereka menjadi sadar, bahwa mereka tidak lebih suci dari seorang pezinah.

1.2.Definisi bayi tabung.
Bayi tabung atau Fertilisasi-in-vitro adalah pembuahan sel telur oleh sel sperma di dalam tabung petri yang dilakukan oleh petugas medis.Namun, bayi tabung tetap diproses dengan kelahiran secara alami.
Hubungan antara hati nurani dan bayi tabung di sini adalah bahwa sebagai dokter hati nurani kita pasti akan terketuk untuk membantu para pasangan suami istri yang sudah lama menikah tapi belum mempunyai anak. Walaupun gereja katolik jelas-jelas mengatakan bahwa pembuatan bayi tabung adalah tindakan amoral, tapi sebagai seorang dokter rasio (pikiran) dan hati nurani kita dituntut untuk berpikir bijak.


BAB II
P E M B A H A S A N

 
Infertilitas atau ketidaksuburan merupakan masalah yang semakin meningkat di Indonesia . Dan seiring dengan itu, sesuai gaya hidup, terdapat pula peningkatan dalam “industri teknologi reproduksi” untuk menawarkan jalan keluar. Masalah ketidaksuburan menyebabkan kesedihan dan kepedihan mendalam bagi banyak pasangan yang telah menikah. Sebab anak-anak adalah anugerah mengagumkan  dari sebuahperkawinan, sehingga alangkah  baiknya  berusaha untuk mengatasi hambatan-hambatan yang menghalangi anak-anak dikandung dan dilahirkan.
Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan(bayi tabung). Bayi tabung dilakukan karena dorongan ingin mendapatkan keturunan.Banyak pasangan suami istri yang telah lama berumah tangga tidak memiliki keturunan. Hal ini di karenakan salah satu pihak baik suami maupun istri kurang normal dalam hal memperoleh keturunan atau dengan kata lain disebut mandul. Dengan pertimbangan tersebut bayi tabung merupakan salah satu jalan keluar untuk mendapatkan keturunan,yang lahir dari rahim.
Pelayanan terhadap bayi tabung dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah fertilisasi-in-vitro yang memiliki pengertian sebagai berikut; Fertilisasi-in-vitro adalah pembuahan sel telur oleh sel sperma di dalam tabung petri yang dilakukan oleh petugas medis.Namun, bayi tabung tetap diproses dengan kelahiran secara alami.Sperma yang di ambil dari pemiliknya lalu di letakan pada rahim perempuan pemilik sel telur, sehingga terjadilah proses pembuahanalami  dalam waktu tertentu dan pada saat proses tersebut tanpa di bantu dengan teknologi dan bantuan manusia hanya kadang-kadang perlu operasi bila terjadi kelahiran tidak normal.

2.1.Proses Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)
Dalam melakukan fertilisasi-in-virto transfer embrio dilakukan dalam tujuh tingkatan dasar yang dilakukan oleh petugas medis, yaitu :
1.      Istri diberi obat pemicu ovulasi yang berfungsi untuk merangsang indung telur mengeluarkan sel telur yang diberikan setiap hari sejak permulaan haid dan baru dihentikan setelah sel-sel telurnya matang.
2.      Pematangan sel-sel telur dipantau setiap hari melalui pemeriksaan darah istri dan pemeriksaan ultrasonografi.
3.      Pengambilan sel telur dilakukan dengan penusukan jarum (pungsi) melalui vagina dengan tuntunan ultrasonografi.
4.      Setelah dikeluarkan beberapa sel telur, kemudian sel telur tersebut dibuahi dengan sel sperma suaminya yang telah diproses sebelumnya dan dipilih yang terbaik.
5.      Sel telur dan sperma yang sudah dipertemukan di dalam tabung petri kemudian dibiakkan di dalam lemari pengeram. Pemantauan dilakukan 18-20 jam kemudian dan keesokan harinya diharapkan sudah terjadi pembuahan sel.
6.      Embrio yang berada dalam tingkat pembelahan sel ini, kemudian diimplantasikan ke dalam rahim istri. Pada periode ini tinggal menunggu terjadinya kehamilan.
7.      Jika dalam waktu 14 hari setelah embrio diimplantasikan tidak terjadi menstruasi, dilakukan pemeriksaan air kemih untuk kehamilan, dan seminggu kemudian dipastikan dengan pemeriksaan ultrasonografi.

PANDANGAN GEREJA  KATOLIK
Suatu teknologi reproduksi yang oleh gereja telah dengan jelas dan tegas dinyatakan sebagai amoral adalah fertilisasi in vitro.Sayangnya, sebagian besar umat Katolik kurang memahami ajaran gereja, tidak tahu bahwa fertilisasi in vitro adalah amoral, dan sebagian telah mempergunakannya dalam upaya mereka untuk mendapatkan anak.Jika suatu pasangan tidak tahu bahwa prosedur ini adalah amoral, maka mereka secara subyektif tidak bersalah atas dosa.Anak-anak yang dikandung melalui prosedur ini adalah anak-anak Allah dan dikasihi oleh orangtua mereka, seperti seharusnya.Sama seperti semua anak, tanpa peduli bagaimana mereka dikandung dan dilahirkan, haruslah dikasihi, disayangi dan diberi perhatian.
Mengapa mengandung seorang anak melalui fertilisasi in vitro adalah amoral, mungkin sulit dipahami dan dimengerti sebab laki-laki dan perempuan yang terlibat didalamnya biasanya terikat dalam perkawinan dan mereka sedang berupaya untuk mengatasi suatu masalah “medis” (yakni infertilitas) dalam perkawinan mereka. Namun demikian, prosedur ini sungguh melanggar martabat manusia dan melanggar tindakan perkawinan, dan karenanya harus dihindari.Tetapi, mengapakah tepatnya, fertilisasi in vitro ini amoral?Fertilisasi in vitro membuahkan suatu kehidupan baru dalam sebuah cawan petri.Anak-anak yang dibuahkan melalui fertilisasi in vitro terkadang lebih dikenal sebagai “bayi tabung”. Beberapa telur diambil dari ovarium perempuan setelah ia meminum obat-obatan fertilitas yang mengakibatkan matangnya banyak telur sekaligus. Mani (sperma)diambil dari laki-laki, melalui masturbasi.Telur dan sperma akhirnya disatukan dalam sebuah cawan kaca, di mana pembuahan terjadi dan kehidupan baru dibiarkan berkembang selama beberapa hari. Dalam kasus yang paling sederhana, embrio-embrio kemudian ditransfer ke dalam rahim ibu dengan harapan bahwa satu akan bertahan hidup dan berkembang hingga saat persalinan.Jelas, fertilisasi in vitro menghapuskan tindakan kasih perkawinan sebagai sarana terjadinya kehamilan, dan bukannya membantu tindakan kasih suami isteri itu mencapai tujuannya yang alami.Kehidupan baru tidak dibuahkan melalui suatu tindakan kasih antara suami dan isteri, melainkan melalui suatu prosedur laboratorium yang dilakukan oleh para dokter atau ahli medis.Suami dan isteri hanya sekedar sebagai sumber “bahan baku” telur dan sperma, yang kemudian dimanipulasi oleh seorang ahli sehingga menyebabkan sperma membuahi telur.Tak jarang pula dipergunakan telur atau sperma dari “donor”. Artinya, ayah atau ibu genetik dari anak bisa saja orang lain dari luar perkawinan. Hal ini dapat menimbulkan situasi yang membingungkan bagi si anak kelak, apabila ia mengetahui bahwa salah satu dari orangtua yang membesarkannya, bukanlah orangtua bilogisnya.Sesungguhnya, identitas “donor”, entah donor telur atau sperma, tidak akan pernah diketahui, sehingga menghalangi anak mengetahui silsilahnya sendiri. Ini berarti kurangnya pengetahuan akan masalah kesehatan atau kecenderungan dalam masalah kesehatan yang mungkin diwariskan. Hal ini dapat pula menghantar sesama saudara dan saudari saling menikahi, sebab tak seorang pun tahu bahwa sperma yang membuahkan hidup mereka berasal dari “donor” yang sama.Tetapi, meski sel telur dan sperma berasal dari suami dan isteri, sering juga muncul masalah-masalah moral yang serius.Selalu dibuahkan banyak embrio, tetapi hanya embrio-embrio yang menunjukkan pengharapan terbesar untuk berkembang hingga masa persalinan ditanamkan ke dalam rahim.Embrio-embrio lain dibuang begitu saja atau dipergunakan untuk eksperimen.Ini sungguh merupakan pelanggaran berat terhadap hidup manusia. Sementara seorang bayi mungil pada akhirnya dapat dilahirkan melalui prosedur ini, lebih dari 90% embrio-embrio lain pada umumnya dibinasakan  dalam suatu tahapan proses.Fertilisasi in vitro juga menuntut banyak biaya.. Dalam keinginan untuk menekan biaya dan memperbesar kemungkinan berhasil, kadang para dokter menanamkan hingga lima atau lebih embrio dalam rahim ibu. Ini akan menghasilkan lebih banyak bayi dari yang diharapkan suatu pasangan. Di Kanada, seorang perempuan melahirkan lima anak yang dibuahkan dari fertilisasi in vitro. Ibu ini menghendaki hanya satu bayi saja, sebab itu ia menggugat dokternya karena “hidup yang salah” dan menuntut sang dokter membayar biaya membesarkan keempat anak lain yang tak dikehendakinya.Guna menghindari masalah mengandung dan membesarkan “terlalu banyak” bayi setelah beberapa embrio ditanamkan dalam rahim, para dokter kadang melakukan sesuatu yang secara halus disebut sebagai “reduksi fetus” atau “reduksi selektif”. Di sini mereka memonitor bayi-bayi dalam rahim guna melihat kalau-kalau ada yang cacat atau dinilai sebagai tidak sesehat yang lainnya. Kemudian mereka menyingkirkan bayi-bayi yang “kurang dikehendaki” itu dengan mengisi suatu suntik dengan kalium khlorida, mengarahkan jarumnya ke arah bayi yang “dipilih” dalam rahim dengan bantuan ultrasound, dan kemudian menusukkan jarum ke jantung bayi. Kalium khlorida membunuh bayi dalam beberapa menit saja, dan si bayi akan dikeluarkan dari rahim sebagai “keguguran”. Jika tidak dapat ditentukan satu bayi yang kurang sehat daripada yang lainnya, sebagian dokter sekedar menyingkirkan bayi atau bayi-bayi yang paling mudah dijangkau. Lagi, kita melihat penghancuran tak terkatakan akan nilai hidup manusia yang dapat timbul dari prosedur ini.
Tidak semua orang yang mendapatkan anak melalui fertilisasi in vitro mempergunakan telur atau sperma dari donor, mengambil sperma melalui masturbasi, atau membunuh bayi-bayi “ekstra” yang tak dikehendaki selama proses kehamilan. Walau demikian, masih ada problem moral dengan prosedur itu sendiri.
Gereja menaruh belas kasih yang besar kepada mereka yang menderita ketidaksuburan.Namun demikian, demi kasih kepada segala hidup manusia dan hormat terhadap integritas hubungan perkawinan, gereja mengajarkan bahwa sebagian sarana untuk mengupayakan terjadinya kehamilan adalah tidak licik.Sebagian dari sarana-sarana ini sesungguhnya mencakup pembinasaan hidup manusia yang tidak berdosa, atau memperlakukan hidup manusia sebagai sarana bagi suatu tujuan atau suatu “hasil produksi”.Sarana-sarana ini sungguh melanggar martabat pribadi manusia.


BAB III
P E N U T U P

1.      KESIMPULAN
·         Fertilisasi in vitro merupakan salah satu teknologi reproduksi yang dinyatakan sebagai amoral dengan tegas oleh Gereja Katolik;
·         Gereja Katolik mengatakan pembuatan bayi tabung sebagai tindakan yang amoral karena prosedur ini sungguh melanggar martabat manusia dan melanggar tindakan perkawinan. Oleh karena itu, harus dihindari;
·         Gereja menaruh belas kasih yang besar kepada mereka yang menderita ketidaksuburan (infertilitas). Namun demikian, demi kasih kepada segala hidup manusia dan hormat terhadap integritas hubungan perkawinan, gereja mengajarkan bahwa sebagian sarana untuk mengupayakan terjadinya kehamilan bukan merupakan suatu tindakan yang licik.

2.      SARAN
·         Kepada para dokter dan calon dokter, agar dapat bersikap bijak ketika menghadapi kasus seperti ini. Walaupun gereja katolik mengatakan bahwa proses pembuatan bayi tabung sebagai tindakan yang amoral, tapi gereja katolik masih  menaruh belas kasih kepada mereka yang sudah menikah cukup lama namun belum memiliki anak karena ketidaksuburan (infertilitas).
·         Kepada para pasangan suami istri yang sudah menikah cukup lama tapi belum memiliki anak, ada cara lain untuk dapat memiliki anak tanpa harus melalui proses bayi tabung, salah satunya dengan mengadopsi anak-anak di panti asuhan.
d

D